TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Pariwisata mengupayakan pertumbuhan homestay untuk sepuluh destinasi. Mereka mengutamakan arsitektur tradisional. Bukan hanya bentuk, tapi juga material yang digunakan untuk merancang bangunan.
Baca: Homestay Pantas Dijadikan Pilihan Menginap? Tilik Keunggulannya
"Homestay arsitektur lokal itu sangat unggul untuk suasana dan pengalaman," kata Ketua Tim Percepatan Pengembangan Homestay Desa Wisata Kementerian Pariwisata Anneke Prasyanti, Rabu, 20 Februari 2019.
Program percepatan homestay desa wisata untuk 10 destinasi, yaitu Danau Toba, Borobudur, Mandalika, Labuan Bajo, Tanjung Kelayang, Tanjung Lesung, Kepulauan Seribu dan Kota Tua, Bromo Tengger Semeru, Wakatobi, dan Morotai.
Menurut dia, homestay yang menggunakan konsep tradisional akan membawa pengalaman wisatawan untuk merasakan kehidupan masyarakat setempat. Potensi arsitektur tradisional, tutur dia, membuat daya tarik karena mengandung unsur cerita. "Potensi asli semua daerah di Indonesia punya arsitektur lokal yang juga menjadi atraksi," tuturnya.
Anneke mengatakan perabotan dan interior dalam homestay juga perlu dikemas dengan konsep tradisional. Namun, tetap modern. "Kalau lesehan ya lesehan. Tapi kontekstual, misalnya kalau dulu tidur pakai tikar, sekarang pakai matras tipis, enggak perlu ranjang," katanya.
Baca: Ini 10 Destinasi Prioritas Homestay Desa Wisata, Bromo Termasuk
Sedangkan untuk pencahayaan ruangan, menurut Anneke tetap menggunakan daya listrik. "Interior lampu artefak bisa dimainkan dengan kreativitas yang ada, dipasangi listrik," ujarnya.